Friday, 10 June 2016

Tuak/Bram/Beram Suku Dayak

Antara Eksistensi dan kontroversi hidup bersama jaman modernisasi dikalangan masyarakat Dayak Mualang Kecamatan Belitang Hulu

fb_img_1465505226355.jpgDulu minuman ini atau yang di sebut Tuak/Bram/Beram adalah suguhan pengganti teh/kopi bagi kalangan masyarakat Dayak umumnya.
Jauh sebelum mengenal teh/kopi, suku Dayak sudah bisa membuat Tuak dg rasa manis sedikit berbisa/hangat/keras alami sebagai akibat dari proses fermentasi atau peragian dari beras pulut/ketan yang di buat tapai.
Dalam tradisinya, tuak sendiri digunakan sebagai suguhan ketika ada tamu datang ke bilik (dalam rumah betang) baik pagi, siang maupun malam. Setiap bilik selalu menyiapkan tuak, selain untuk diri sendiri maupun tamu. Minuman ini juga berfungsi sebagai penghangat badan kala itu. Pada acara kebudayaan seperti gawai adat, minuman ini kerab menjadi pelengkap yang harus ada.
Di sisi lain, minuman ini juga sebagai rasa penghormatan dan ungkapan persaudaraan bagi para tamu yang datang ke bilik ketika mereka mencicipinya. Di era modernisasi saat ini, minuman tuak kerab dijadikan tameng perusak perilaku manusia. Ya..ini merupakan akibat penyalahgunaan dan mengkonsumsi secara berlebihan. Singkat cerita, minuman ini sekaligus menjadi minuman khas bagi masyarakat adat Dayak pada umumnya. Di bulan mei sampai juli setiap tahunnya, masyarakat adat dayak merayakan gawai/pesta adat panen padi atau biasa di sebut Gawai Dayak.
Gawai Dayak merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan/Jubata/Petara/Tenangaan atau sebutan lainnya bagi masyarakat dayak atas hasil panen padi sekaligus mohon berkat untuk tahun tanam berikutnya. Selain itu, gawai dayak merupakan kalender dayak itu sendiri, sama halnya seperti tahun baru nasional/imlek oleh etnis Tionghoa. Gawai dayak adalah tahun baru atau tahun tanam baru bagi masyarakat dayak, hal ini terbukti saat itu orang dayak ketika menghitung umur atau tahun lahirnya selalu berpatokan dengan tahun tanam ladang.
Di mayoritas suku Dayak Mualang khususnya Mualang Ulu, segala jenis yang dihasilkan dari panen tersebut dibuat penganan untuk menyambut hari gawai seperti Tuak, Lulon, Jimot dan lain sebagainya. Jenis makanan dan minuman ini menjadi simbolik bahwa adanya gawai/pesta. Namun sekarang, Tuak yang menjadi warisan leluhur oleh sebagian besar masyarakat Dayak Mualang Ulu sudah ditiadakan dengan alasan kurang baik untuk perkembangan diri yang dapat menjerumuskan pada perilaku dosa. Bagi saya, sebotol Tuak dan makanan meski tidak di minum namun bisa di pajang di atas meja sebagai simbolik untuk menghargai warisan leluhur demi mempertahankan budaya diri. Seperti kata pepatah "Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah", itulah makna sesungguhnya warisan budaya yang hendaknya selalu kita jaga dan lestarikan.

No comments:

Post a Comment