Bak kotak pandora muntahkan bibit pandemi. Senang atau tidak, kita mesti akui dalam kondisi kronis akibat ketergantungan pada negara lain, baik pertanian, peternakan, teknologi, maupun kesehatan. Lantas, benarkah bibit tanaman impor dijual dalam kemasan adalah benih hasil manipulasi dari proses kloning. Akankah kita tergantung pada produk tersebut. Menjadi dilemalah negara yang seyogianya agraris seakan kronis karena tunduk pada kaum kapitalisme. Kejam dunia bisnis sebagai dampak rakusnya predator uang.
Thailand dan Vietnam secara harafiah merupakan negara kecil dibanding Indonesia. Namun kedua negara tersebut mempunyai hasil pertanian yang sangat melimpah. Indonesia menjadi salah satu pembeli produk pertanian mereka yang meliputi beras, jagung, cabe, wortel, durian bahkan bawang putih dan bawang merah. Nah..setelah dibeli, bisakah kita ambil biji kemudian ditanam dengan harapan tumbuh sebagaimana mestinya? Tentu pertanyaan gila bukan, karena mustahil tumbuh. Jika ingin menanam, maka kita juga harus membeli bibit dan pupuk dari mereka.
Perlu diketahui bahwa, perlakuan tumbuhan yang dimanipulasi seperti dikenal dengan benih F1 (Fililal) merupakan hasil dari indukan pertama. Sehingga jika ditanam tidak akan menghasilkan tanaman seperti indukan aslinya. Kemudian benih dari F1 ditanam kembali, maka akan menjadi F2 dan praktis tidak akan menghasilkan sama seperti F1, begitu pula seterusnya.
Beraneka produk benih dijual dengan menawarkan hasil panen melimpah ruah. Dan kita pun tergiur membelinya, tanpa disadari bahwa akan terus membeli produknya. Banyak pabrik bibit seperti di Thailand dan vietnam sengaja membeli bibit indukan asli (plasma nutfah) dari Indonesia dan kemudian dikloning sedemikian rupa agar kita bisa tergantung pada produk mereka. Varietas durian Montong Thailand misalnya, dikenal juga sebagai raja durian yang nota bene berasal dari Matasih kabupaten Karangayar, Jawa Tengah. Thailand rela membeli pohon durian Sukun untuk dikembangkan di negaranya. Kemudian berhasil mengemas menjadi varietas unggulan dinamakan durian Montong. Thailand telah berhasil menjajah penggemar durian dunia dengan produk Indonesia yang diracik ulang.
Uniknya, Indonesia menjadi pengimpor durian tersebut bahkan bibitnya. Dalam setahun, Indonesia mengimpor durian Montong hingga 19 ton dari Thailand. Sungguh miris bukan, dikala Indonesia adalah center of origin Durian, memiliki 20 spesies durian dari total 27 jenis durian di dunia. Kalimantan menjadi pusat jenis durian, jumlah spesies mencapai 18 jenis dan disusul sumatera 7 spesies serta Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku masing-masing satu spesies. Kala itu di Kalimantan sendiri marak melakukan penebangan pohon durian untuk dijual kayunya. Terlepas sadar atau tidak, masyarakat sedang masuk dalam skenario pemusnahan spesies asli. Sehingga jadilah mereka sebagai pembeli hak paten dari produk mereka sendiri.
Dalam konteks dunia pertanian, resiko terbesar adalah proses penanaman bukan pada pembenihan. Keuntungan terbesar tentu milik perusahan, dengan budget rendah bisa hasilkan bibit. Sementara petani sebagai penanam, dengan budget dan resiko besar hanya dapat keuntungan margin saja. Selain Thailand dan Vietnam, Malaysia juga negara yang agresif pada ekspansi perkebunan sawit. Dengan menjual bibit unggul, mereka juga menjual pupuk sebagai penunjang bibit sawit mereka. Hal tersebut sengaja diskenario agar tergantung pula pada produknya, dan ini dirasakan petani berbagai daerah seperti Kalimantan Barat. Mereka cenderung memilih produk pupuk dari Malaysia meski terkadang illegal namun mereka meyakini itu baik untuk perkembangan kebun sawit miliknya.
Ilustrasi lainnya, cabe dan kangkung. Dulu jika ingin menamannya, maka tinggal lempar biji cabe ditanah dan akar kangkung dikolam maka akan tumbuh subur dengan sendirinya. Kemudian pada varietas padi, seperti padi hibrida hanya bisa ditanam satu kali untuk dapat hasil maksimal. Begitu pula pada padi unggul, bisa ditanam hingga 10 kali saja, namun dengan perlakuan baik. Selain dunia pertanian, juga sama halnya pada peternakan. Lihat ayam potong atau ayam petelur, bibit yang beli juga tidak bisa dikembang biakkan karena sudah dimandulkan.
Dengan kronologis kasus diatas, hendaklah bijak menjaga harta warisan milik kita. Jangan mudah terpengaruh dengan hasil besar dan instan. Komitmen dan konsistensi adalah senjata kita untuk menjaga amanah bagi masa depan generasi anak cucu kelak. Setidaknya ingatlah pada suatu nubuat ini, “Kumohon dengarkanlah kata-kataku ini dan ingatlah baik-baik…Akan tiba saatnya, ketika aku sudah tidak disini lagi, orang lain akan datang terus-menerus dengan senyum dan kelemah-lembutan, untuk merampas apa yang sesungguhnya hakmu-yakni tanah dimana kamu tinggal, sumber penghasilanmu, dan bahkan makan yang ada di mulutmu. Kalian akan kehilangan hak kalian yang turun-temurun, dirampas oleh orang asing dan para spekulan yang pada gilirannya akan menjadi para tuan dan pemilik, sedangkan kalian, hai anak-anak negeri ini, akan disingkirkan dan tidak akan menjadi apapun kecuali menjadi para kuli dan orang buangan di pulau ini” (Charles James Brooke-The White Rajah of Sarawak : 1915).
No comments:
Post a Comment